Tuesday, January 6, 2015

Kemenhub Jangan Hanya Salahkan AirAsia

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi V DPR, Yudi Widiana Adia meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mempunyai sedikit rasa empati atas tragedi AirAsia QZ 8501, bukan malah memperkeruh keadaan dengan mempersoalkan izin terbang maskapai asal Malaysia itu.
"Harusnya Kemenhub harus empati dalam masa berkabung AirAsia dan Kemenhub fokus melakukan perbantuan pencarian black box (kotak hitam) dan evakuasi korban," kata Yudi dalam keterangannya, Selasa (6/1/2014).
Saat disinggung soal pembekuan izin AirAsia, DPR menilai maskapai penerbangan tidak dalam posisi salah, dan Kemenhub harusnya juga objektif dalam mengeluarkan keputusan untuk membekukan suatu rute penerbangan.
"Saat libur natal tahun baru banyak extra flight yang sudah direncanakan maskapai dan ini dimanfaatkan benar oleh maskapai. Kalau itu extra flight izin harus segera diterbitkan. Kalau tidak, masyarakat bisa marah-marah di bandara bukan malah menghambat atau memperlambat," terangnya.
Politisi PKS ini meyakini, penerbangan AirAsia QZ 8501 rute Surabaya-Singapura terbang dalam keadaan berizin dan ada SLOT. Menurutnya, tidak adil bila hanya AirAsia yang dijatuhi sanksi berupa pembekuan izin terbang tersebut.
"Seharusnya Kemenhub cari solusi bukan permasalahan baru di kala sedang ada musibah ini. Kalau seperti ini masyarakat lagi yang dirugikan," tutup Yudi.

DPR : Ijin Terbang Maskapai Lintas Negara Ditandatangani Langsung oleh Menhub


DPR : Ijin Terbang Maskapai Lintas Negara Ditandatangani Langsung oleh Menhub
Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan. 

JAKARTA - Legal atau ilegalnya penerbangan Air Asia QZ 8501 yang memang hingga kini belum dibuktikan. Namun anggota Komisi VI DPR RI bidang perlindungan konsumen Bambang Haryo menegaskan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan justru yang harus bertanggung jawab atas musibah jatuhya pesawat itu. 

Alasan Bambang Haryo, saat itu yang berhak memberikan kelaikan dan ijin terbang lintas negara untuk maskapai penerbangan hanyalah Menteri Perhubungan.

"Menhub yang harus bertanggung jawab. Kelaikan terbang apalagi lintas negara, itu atas ijin dan tanda tangan Menhub langsung," tegas Bambang Haryo kepada wartawan di gedung DPR Jakarta, Selasa (6/1). 
Bambang Haryo menerangkan, bahwa pihak maskapai tidak bisa disalahkan, karena bersifat pasif.

Sementara Menhub sifatnya aktif dalam memberikan ijinnya sesuai dengan UU No. 1 tahun 2009 pasal 122 (ayat 2)  tentang penerbangan disebutkan bahwa jaringan dan rute penerbangan luar negeri ditetapkan oleh Menteri Perhubungan berdasarkan perjanjian angkutan antar negara.

"Undang-undang itu'kan sudah jelas. Kementrian Perhubungan yang perlu diinvestigasi dan dilakukan penyidikan," lanjut Bambang. 

Dengan peristiwa Air Asia yang sudah terjadi, menurut Bambang, pembekuan rute Surabaya-Singapura  bukanlah solusi yang bagus, namun justru Kementerian Perhubungan telah melakukan pelanggaran UU Nomor 8 (ayat 1) Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen jika dilihat dari  kenyamanan dalam ketersediaan angkutan untuk masyarakat. "Masyarakat jadi tidak nyaman untuk mencari transportasi," pungkasnya.

Izin Rute AirAsia Dibekukan, Maskapai Tak Sepenuhnya Salah




Jakarta
: DPR menilai maskapai penerbangan tidak sepenuhnya salah terkait dengan izin terbang yang digunakan oleh suatu maskapai. Hal tersebut terkait dengan pembekuan terhadap rute Surabaya-Singapura AirAsia yang tak ada jadwal terbang pada hari Senin.

Wakil Ketua Komisi V DPR, Yudi Widiana, menyampaikan seharusnya Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bersikap obyektif dalam membekukan suatu rute penerbangan.

Yudi mengatakan, DPR RI mendapati ada 308 ekstra penerbangan sehingga hal ini menjadikan celah adanya dugaan permainan yang dilakukan oleh pihak Kemenhub, di mana tanggung jawab ada di Otoritas Bandara dan Ditjen Perhubungan Udara.

"Kalau itu extra flight izin harus segera diterbitkan. Kalau tidak masyarakat bisa marah-marah di bandara bukan malah menghambat atau memperlambat," tegas dia.

Yudi pun mengakui wajar bila Kemenhub mengakui adanya permainan izin yang dilakukan maskapai lain, karena praktek ini dinilai sudah menjadi kebiasaan di regulator penerbangan Indonesia.

Dia mengatakan, proses perizinan tersebut sudah berjalan. Dia memprediksi karena lambat turunnya izin atau tertunda, sehingga menjadi modus mafia perizinan di Kemenhub.

"Kalau hanya AirAsia saja yang dibekukan, saya rasa ini tidak adil. Saya yakin mereka (AirAsia) jalankan tapi lambat di pihak Kemenhub," kata dia.

Sebelumnya, Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan menjelaskan mengenai pembekuan rute penerbangan Surabaya-Singapura berkode QZ8501 milik AirAsia. Jonan mengatakan jika ada pihak tertentu, yang memberikan izin AirAsia QZ8501 untuk terbang.

Menurut Jonan, pesawat tersebut bisa terbang jika ada yang memberi izin. Oleh karena itu, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) membekukan sementara rute AirAsia untuk penerbangan ke Surabaya-Singapura, begitu pun sebaliknya.

Jonan saat ini sedang menyelidiki adanya kemungkinan keterlibatan orang Kementerian Perhubungan. "Kita lagi selidiki, tapi selama sampai sekarang yang saya, tidak pernah keluar izin dari sini (Kementerian Perhubungan)" lanjutnya.

Berdasarkan evaluasi, tambah Jonan, SLOT penerbangan hari Minggu yang ternyata tidak ada tersebut digunakan untuk periode 26 Oktober 2014 sampai 27 Januari 2015. 

Pakar Hukum Pidana: Rute AirAsia Tanggung Jawab Kemenhub


Pakar Hukum Pidana: Rute AirAsia Tanggung Jawab Kemenhub
Pesawat AirAsia Indonesia menghantam badai 
JAKARTA - Pembekuan jalur penerbangan AirAsia rute Surabaya-Singapura terus diperdebatkan. Banyak pihak mempertentangkan legalitas rute tersebut.

Namun menurut Pakar Hukum Pidana dari Universitas 17 Agustus (UNTAG) Surabaya Kris Laga Kleden, terlepas legal atau tidak, otoritas bandara dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) merupakan pihak yang harus bertanggung jawab.

"Kalau Kemenhub menyatakan AirAsia tidak memiliki izin terbang, kenapa waktu itu bisa terbang? Berarti inikan pihak bandara mengizinkan terbang," ujar Kleden, dalam keterangan persnya, Selasa (6/1/2015).

Menurutnya, otoritas bandara dan Kemenhub punya keterkaitan dalam urusan penerbangan. Kalau pesawat AirAsia diizinkan terbang oleh otoritas bandara ataupun Kemenhub, ini bisa disebut sebagai kelalaian karena menyebabkan kematian.

"Kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa manusia, itu bisa dipidana," lanjutnya.

Pihak AirAsia, jika dalam penyelidikan terbukti tidak ada rute pada hari itu, memang bisa disalahkan. Namun, dalam hal ini yang paling bertanggung jawab adalah Kemenhub dan otoritas yang menyebabkan AirAsia ini terbang di rute tersebut.

Oleh sebab itu, lanjutnya, Mabes Polri harus melakukan penyelidikan secara menyeluruh terhadap izin terbang pesawat AirAsia QZ8501.

Kemenhub Bekukan Rute AirAsia, Polri Diminta Lakukan Penyidikan


JAKARTA – Keputusan kementerian Perhubungan untuk membekukan sementara jalur penerbangan maskapai AirAsia dengan rute Surabaya-Singapura terus menuai pro-kontra.
Pakar hukum pidana dari Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya Kris Laga Kleden mengatakan, otoritas bandara dan Kementerian Perhubungan yang harus bertanggung jawab atas jatuhnya pesawat itu.
Menurutnya, penyidik Mabes Polri juga harus turun tangan untuk melakukan pengusutan terhadap izin terbang pesawat AirAsia QZ8501 itu.
"Kalau Kemenhub menyatakan AirAsia tidak memiliki izin terbang, kenapa waktu itu bisa terbang. Berarti ini kan pihak Bandara Juanda Surabaya yang memberikan izin terbang," kata Kleden dalam keterangan yang diterima, Selasa (6/1/2015).
Dirinya menilai otoritas Bandara (Angkasa Pura I) maupun Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub sangat memiliki peranan dalam masalah penerbangan. Apalagi dalam jadwal penerbangan pesawat komersial, yang mana ada ratusan penumpang yang harus mengikuti prosedur resmi di bandara mulai dari check-in penerbangan, boarding pass, hingga naik ke pesawat harus di bawah pengawasan bandara, dalam hal ini Angkasa Pura.   
"Ini artinya, kalau pesawat AirAsia diizinkan terbang oleh otoritas bandara maupun Kemenhub, berarti sama saja sebagai kelalaian berat karena menyebabkan kematian ratusan orang. Kelalaian ini bisa dijerat pasal pidana," katanya.
Sementara untuk pihak AirAsia sendiri, kata Kleden jika memang terbukti tidak ada rute Surabaya-Singapura pada hari Minggu (28/12) itu tetap bisa disalahkan. Namun, dalam hal ini yang paling bertanggung jawab adalah Kemenhub dan otoritas bandara yang membiarkan pesawat AirAsia OZ8501 itu terbang.
"Karena itu Mabes Polri harus segera melakukan penyelidikan secara menyeluruh," katanya.
Sementara itu, General Manager Angkasa Pura I Trikora Harjo mengatakan bahwa Bandara Juanda tidak ada kewenangan memberikan izin terbang. Pihak bandara hanya sebatas memberikan fasilitas tempat. Mengenai pemberian izin terbang, menurut Trikora adalah wewenang dari Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub.

Kemenhub Dinilai Harus Bertanggung Jawab dengan Izin Terbang AirAsia


Ilustrasi armada AirAsia -- FOTO: Reuters/Samsul
Ilustrasi armada AirAsia 

Jakarta: Rute AirAsia tujuan Surabaya-Singapura untuk sementara waktu dibekukan. Pro kontra mengenai permasalahan ini pun menuai tanda tanya, mengenai siapa yang memberikan izin maskapai asal Malaysia tersebut untuk terbang di hari Minggu.

Menteri Perhubungan (Menhub), Ignasius Jonan, pun sedang menyelidiki perihal pemberian izin terbang maskapai milik Tony Fernandes di hari tersebut. Menurut dia, beberapa pihak terkait harus bertanggung jawab terhadap masalah ini.

Namun, Pengamat hukum pidana dari Universitas 17 Agustus (UNTAG) Surabaya, Kris Laga Kleden, mengatakan jika otoritas bandara dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) lah yang harus bertanggung jawab. Jika perlu, ujar Kleden, penyidik Mabes Polri harus turun untuk melakukan penyidikan terhadap izin terbang pesawat AirAsia QZ8501.

"Kalau Kemenhub menyatakan AirAsia tidak memiliki izin terbang, kenapa waktu itu bisa terbang? Berarti pihak Bandara mengizinkan terbang," kata Kleden, dalam keterangannya, di Jakarta, Senin (5/1/2015).

Kleden mengatakan, otoritas dan Kemenhub mempunyai keterkaitan dalam urusan penerbangan. Jikalau pesawat AirAsia diizinkan terbang oleh Otoritas Bandara ataupun Kemenhub ini bisa disebut sebagai kelalaian karena menyebabkan kematian. "Kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa manusia, itu bisa dipidana," kata dia.

Sementara untuk pihak AirAsia, lanjut Kleden, jika memang terbukti tidak ada rute pada hari itu bisa disalahkan. Namun, dalam hal ini yang paling bertanggung jawab adalah Kemenhub dan otoritas  yang menyebabkan AirAsia ini terbang. Oleh sebab itu, tambah dia, Mabes Polri dinilai harus melakukan penyelidikan secara menyeluruh.